Memahami fiqh umroh dalam waktu kurang dari 1/2 menit dalam 4 poin berikut:
- Ihram dari miqot
- Thawaf sebanyak 7 putaran mengelilingi kakbah
- Sa’yu sebanyak 7 putaran antara Shafa dan Marwa
- Memendekkan atau mencukur rambut
Dengan melakukan 4 poin ini saja umroh sudah sah meskipun tanpa
ditambahi dengan amalan-amalan lainnya. Akan tetapi untuk
kesempurnaannya insya Allah akan kami jelaskan dalam rincian berikut.
Waktu Melakukan Umroh
Waktu melakukan umroh adalah seluruh waktu dalam setahun.
Tempat Memulai Umroh (dan Haji)
Tempat memulai umroh (dan Haji) yang biasa disebut miqot (makani) adalah
tempat-tempat yang diwajibkan untuk memulai melakukan ihram di situ,
jika seorang yang berniat umroh atau haji melewati tempat tersebut tanpa
melakukan ihram (yaitu berniat mulai melakukan amalan-amalan umroh atau
haji) dan tanpa melaksanakan kewajiban-kewajibannya maka wajib atasnya hadyu, berupa menyembelih seekor kambing dan membaginya kepada fakir miskin Mekkah, tanpa mengambil bagian darinya sedikitpun.
Adapun miqot-miqot itu ada lima:
- Dzul Hulaifah (sekarang dinamakan Bi’r ‘Ali), miqot penduduk kota Madinah dan yang melalui rute mereka).
- Al-Juhfah, miqot penduduk
Saudi Arabia bagian utara dan negara-negara Afrika Utara dan Barat,
negeri Syam (Lebanon, Yordania, Syiria, Palestina) dan yang melewati
rute mereka. - Qarnul Manazil (sekarang dinamakan As-Sail) dan Wadi Muhrim (bagian atas Qarnul Manazil), miqot penduduk Najed, selatan Saudi di seputar pegunungan Sarat, negara-negara Teluk, Irak, Iran dan yang melewati rute mereka.
- Yalamlam (sekarang dinamakan As-Sa’diyyah), miqot penduduk negara Yaman, Indonesia, Malaysia, negara-negara sekitarnya dan yang melewati rute mereka.
- Dzatu ‘Irqin (sekarang dinamakan Adh-Dharibah), miqot penduduk negeri Irak (Kufah dan Bashrah) dan yang melewati rute mereka.
Dan bagi orang-orang yang tinggal di Mekkah atau yang tinggal di tempat-tempat yang terletak setelah miqot-miqot di atas, boleh bagi mereka berihram untuk haji (baik tamattu’, qiron maupunifrod) dari rumah masing-masing tanpa harus pergi ke miqot lagi. Adapun bagi penduduk Mekkah yang ingin melakukan umroh, mereka harus keluar ke daerah halal terdekat, seperti Tan’im dan yang lainnya, lalu berihram dari sana.
Urutan Amalan-amalan Umroh
Pertama: Ihram dari miqot
Ihram adalah berniat memulai pelaksanaan ibadah umroh atau haji. Tata caranya sebagai berikut:
- Mendatangi miqot
- Mandi seperti mandi janabat
- Menggunakan wewangian pada tubuh (pada bagian tubuh yang tidak terkena pakaian ihram) bila memungkinkan.
- Mandi ini juga berlaku bagi wanita haid dan nifas.
- Bagi yang miqotnya
dilewati dengan kendaraan yang tidak mungkin berhenti seperti pesawat
maka mandinya bisa dilakukan sejak dari rumah atau sebelum naik pesawat
maupun setelah berada di pesawat.- Mengenakan pakaian ihram
yang terdiri dari dua helai (yang afdhal berwana putih), yaitu sehelai
disarungkan pada tubuh bagian bawah dan sehelai lagi diselempangkan pada
tubuh bagian atas dengan menutup seluruh tubuh bagian atas termasuk
kedua bahu.- Bagi yang miqotnya
dilewati dengan kendaraan yang tidak mungkin berhenti seperti pesawat,
maka pakaian ihramnya bisa dikenakan menjelang naik pesawat terbang atau
setelah berada di atas pesawat terbang, meskipun jeda waktu yang agak
lama dengan miqatnya agar ketika melewati miqat dalam kondisi telah
mengenakan pakaian ihram.- Adapun pakaian ihram wanita adalah pakaian yang menutup seluruh auratnya yang sesuai dengan batasan-batasan syar’i.
- Setelah mengenakan pakaian ihrom, lakukan sholat dua raka’at dengan niat sholat sunnah waudhu’.
- Ketika masih berada di miqot, naik ke kendaraan lalu mulai berniat ihram untuk melakukan umrah dengan mengucapkan:
لَبَّيْكَ عُمْرَةً
Artinya: “Kusambut panggilan-Mu untuk melakukan umroh.”
Lalu membaca talbiyah:
لَبَّيْكَ
اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ
الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ
Artinya: “Kusambut
panggilan-Mu Ya Allah, kusambut panggilan-Mu tiada sekutu bagi-Mu,
kusambut panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian, nikmat dan kerajaan
hanyalah milik-Mu tiada sekutu bagi-Mu.”
- Berangkat ke Mekkah
- Memperbanyak ucapan talbiyah ini dengan mengeraskan suara sepanjang perjalanan ke Mekkah.
- Berhenti mengucapkan talbiyah ketika menjelang thawaf.
- Mengucapkan talbiyah secara berjama’ah dengan membentuk sebuah koor termasuk perbuatan bid’ah.
- Boleh memakai sandal,
sepatu yang tidak menutupi mata kaki, cincin, kacamata, walkman, jam
tangan, sabuk, dan tas yang digunakan untuk menyimpan uang dan
barang-barang berharga lainnya.- Boleh mencuci pakaian ihram atau mengganti dengan pakaian ihram yang lain.
- Hendaklah senantiasa
menjalankan printah Allah Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya seperti
perbuatan syirik, kefasikan, kata-kata keji dan kotor, berdebat untuk
membela kebatilan, dan lain-lain.
Larangan-larangan ihram ada 9, yaitu:
- Memotong rambut (seluruh badan).
- Memotong kuku.
- Menggunakan wewangian (adapun menggunakan wewangian sebelumnya dilakukan sebelum ihram).
- Mengenakan penutup kepala yang menempel (yang tidak menempel seperti payung atau berteduh di bawah atap tidak mengapa).
- Mengenakan pakaian yang membentuk tubuh (yang diistilahkan oleh sebagian fuqaha dengan pakaian berjahit).
- Membunuh hewan tanah
haram, bahkan diharamkan sekedar menakutinya atau membuat dia lari.
Termasuk dalam hal ini mencabut atau merusak tumbuhan yang ditumbuhkan
Allah Ta’ala (bukan yang ditanam manusia) di tanah haram. - Akad nikah dan melamar atau menikahkan dan melamar utk orang lain
- Berhubungan suami istri.
- Bercumbu antara suami istri, baik dengan perkataan maupun perbuatan.
Hukuman bagi yang melanggar 9 larangan di atas terbagi 5 bentuk:
- Melakukan pelanggaran
nomor 1-5 maka hukumannya adalah membayar fidyah berupa menyembelih
seekor kambing atau memberi makan 6 orang miskin (setiap orang dapat 1/2sho’) atau berpuasa 3 hari. Boleh memilih. - Melakukan pelanggaran
nomor 6 maka hukumannya hendaklah menyembelih yang semisalnya dari hewan
yang biasa digunakan untuk zakat lalu bersedekah dengannya dan tidak
boleh makan darinya sedikitpun. Atau menakarnya dengan makanan dan
membaginya kepada fakir miskin, setiap orang mendapat 1/2 sho’.
Atau berpuasa selama sejumlah orang-orang miskin tersebut. Jika yang
melanggar tidak menemukan hewan yang semisalnya baru dia diberi pilihan
apakah memberi makan ataukah puasa. - Melakukan pelanggaran nomor 7 tidak ada fidyah namun
berdosa jika dilakukan bukan karena lupa atau tidak tahu dan nikahnya
dihukumi sebagai nikah syubhat, harus diulang setelah ihram. Dan
hendaklah bertaubat kepada Allah Ta’ala. - Melakukan pelanggaran nomor 8 (berhubungan suami sitri), apabila sebelum tahallul awwal(pada haji) maka hajinya tidak sah dan wajib membayar fidyah dengan menyembelih seekor unta dan dibagikan bagi fakir miskin di haram dan wajib mengqodho’ haji tersebut di tahun depan. Apabila dilakukan setelah tahalul awwal maka hajinya sah berdasarkan ijma’ dan baginya fidyah berupa menyembelih seekor kambing. Adapun umroh jika pelanggarannya dilakukan sebelum tawaf atau sa’yu maka batal umrohnya, hendaklah melakukan umroh lagi sebagai ganti, yaitu keluar lagi ke miqot dan wajib baginya fidyah menyembelih seekor kambing. Jika dilakukan pada umroh setelah thawaf dan sa’yu (yakni sebelum memendekkan atau mencukur rambut) maka umrohnya sah dan wajib baginya fidyah.
- Melakukan pelanggaran
nomor 9, jika seorang bercumbu dengan istrinya di selain kemaluannya,
walaupun sampai mengeluarkan mani, maka hajinya tidak sampai batal,
hendaklah dia menyembelih unta jika hal itu dilakukan sebelum tahalul awal. Jika setelahnya, hendaklah menyembelih kambing. Bagi wanita sama hukumanya dengan laki-laki kecuali jika dia dipaksa.
Hukuman-hukuman di atas berlaku bagi orang yang sengaja melakukannya
baik karena butuh atau tidak. Adapun yang tidak tahu hukumnya atau
karena lupa maka tidak ada hukuman baginya dan hajinya tetap sah.
Kedua: Thawaf sebanyak 7 putaran mengelilingi kakbah
- Tiba di Masjidil Haram Makkah, pastikan telah bersuci dari najis dan hadats (sebagai syaratthawaf).
- Masuk dengan kaki kanan dan membaca, “Bismillahi wash-sholaatu was-salamu ‘ala Rasulillahi, Allahumaf-tahliy abwaaba rahmatik.”
- Melakukan itthibagh.
Caranya, selempangkan pakaian atas ke bawah ketiak kanan dan membiarkan
pundak kanan terbuka dan pundak kiri tetap tertutup (hal ini khusus
bagi laki-laki dan khusus pada thawaf qudum dan thawaf umroh). Adapun
selainnya tidak disyari’atkan.- Segera menuju Hajar
Aswad, menghadapnya, menyentuhnya dengan tangan kanan dan menciumnya
tanpa ada suara ciuman. Jika tidak memungkinkan, hendaklah menyentuhnya
dengan tangan kanan dan mencium tangan yang menyentuhnya. Jika tidak
memungkinkan maka dengan tongkat dan sejenisnya lalu mencium tongkat
tersebut. Jika tidak memungkinkan maka cukup berisyarat kepadanya.- Jika seorang bisa menciumnya maka hendaklah dia membaca, “Bismillahi Allahu Akbar”. Jika berisyarat kepadanya sambil membaca, “Allahu Akbar”.
- Lakukan thawaf sebanyak
7 putaran mengelilingi kakbah. Mulai dari Hajar Aswad dengan
memosisikan kakbah di sebelah kiri, sambil mengucapkan bacaan di atas.- Dari Hajar Aswad sampai ke Hajar Aswad lagi, terhitung 1 putaran.
- Disunnahkan berlari-lari kecil (raml) pada tiga putaran pertama (hal ini disunnahkan pada thawaf umroh dan thawaf qudum pada haji).
- Raml dan itthibagh tidak disyari’atkan untuk wanita.
- Disunnahkan setiap kali berada di antara dua rukun, yaitu Rukun Yamani dan Hajar Aswad, untuk membaca:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan juga kebaikan di akhirat, serta jagalah kami dari adzab api neraka.”
- Disunnahkan setiap kali
sejajar dengan Hajar Aswad untuk melakukan sebagaimana ketika mulai
pertama kali, sampai pun pada putaran terakhir.- Tidak disyari’atkan untuk mengusapkan tangan ke badan setelah mengusap Hajar Aswad maupun Rukun Yamani.
- Disunnahkan setiap kali sejajar dengan Rukun Yamani untuk menyentuhnya tanpa dicium, sambil mengucapkan, “Bismillahi Allahu Akbar”. Jika tidak memungkinkan untuk menyentuhnya maka tidak disyari’atkan untuk berisyarat kepadanya dan tidak pula mencucapkan tasmiyyah dan takbir.
- Disyari’atkan sepanjang thawaf untuk
memperbanyak dzikir dan doa, namun tidak ada dzikir dan doa khusus yang
disunnahkan selain bacaan-bacaan yang telah kami sebutkan di atas.- Janganlah
berdesak-desakan untuk mencapai Hajar Aswad atau Rukun Yamani, sehingga
menyakiti kaum muslimin. Padahal mencium Hajar Aswad dan menyentuh Rukun
Yamani hukumnya sunnah, sedangkan menyakiti kaum muslimin adalah haram.- Juga tidak boleh bagi wanita berdesak-desakan dengan laki-laki, melainkan mereka berjalan di belakang kaum laki-laki.
- Tidak boleh bagi wanita
membuka wajahnya jika terdapat laki-laki asing, hendaklah dia menutupi
wajahnya dengan kerudungnya (bukan dengan niqob, kain yang menempel di wajahnya)- Tidak mengapa melakukan thawaf di
belakang zam-zam dan di seluruh masjid (termasuk di lantai atas dan
atap), terutama ketika sangat ramai, namun lebih dekat ke kakbah yang
lebih afdhal.- Jika tidak mampu thawaf sambil berjalan, tidak mengapa mengendarai kendaraan atau digendong.
- Selain Hajar Aswad dan Rukun Yamani tidak disyari’atkan untuk disentuh dan tidak pula ada bacaan tertentu ketika melewatinya.
- Tidak disyari’atkan menyentuh Maqom Ibrahim, dinding kakbah dan kiswahnya.
- Berdoa kepada kakbah adalah syirik besar.
- Tidak ada lafazh niat thawaf.
- Jika terjadi keraguan pada jumlah putaran thawaf, ambil hitungan yang paling sedikit, lalu menambah putaran yang masih kurang.
- Jika telah dikumandangkan iqomah sholat hendaklah memutuskan thawaf dan melakukan sholat, setelah sholat dilanjutkan kembali, tanpa harus memulai dari awal kembali.
- Jika batal wudhu’ sebelum selesai thawaf hendaklah berwudhu’ dan memulai thawaf dari hitungan pertama.
- Setelah thawaf, tutup kembali pundak kanan dengan pakaian ihram bagian atas seperti sebelumthawaf.
- Pergi ke Maqom Ibrahim (tempat berdirinya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika membangun Kakbah) lalu membaca, “Fattakhidzu min maqoomi Ibrahiima Musholla”.
- Lalu sholat dua raka’at
di belakang Maqam Ibrahim walaupun tidak tepat di belakangnya. Jika
tidak memungkinkan maka lakukan sholat di mana saja di Masjidil Haram.
Lakukan sholat ini walaupun bertepatan dengan waktu-waktu yang dilarang
untuk sholat. Jika lupa mengerjakannya maka tidak ada kewajiban fidyah.- Disunnahkan pada raka’at
pertama membaca surat Al-Fatihah dan Al-Kafirun. Raka’at kedua membaca
surat Al-Fatihah dan Al-Ikhlash. Dan tidak ada doa khusus sebelum dan
selesai sholat.- Lalu minum zam-zam dan siramkan sebagiannya ke kepala.
- Jika memungkinkan untuk kembali menyentuh atau mencium Hajar Aswad. Jika tidak, maka tidak perlu berisyarat kepadanya.
- Lalu pergi ke bukit Shafa untuk melakukan sa’yu.
Ketiga: Sa’yu sebanyak 7 putaran antara Shafa dan Marwa
- Jika telah mendekati Shafa membaca:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِاللهِ
Artinya: “Sesungguhnya Shafa dan Marwah itu termasuk dari syi’ar-syi’ar Allah.” (Al-Baqarah: 158)
أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ
Artinya: “Aku memulai (sa’yu) dengan apa yang dimulai oleh Allah (yakni disebutkan dulu Shafa lalu Marwah).”
- Masih di Shafa, jika memungkinkan untuk menaikinya, lalu menghadap kakbah dan mengucapkan:
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُلاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي
وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَابَ
وَحْدَهُ
Artinya: “Allah
Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tidak ada yang berhak
diibadahi kecuali Allah tiada sekutu bagi-Nya, hanya milik-Nya segala
kerajaan dan pujian, Dzat yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan
serta Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada yang berhak diibadahi
kecuali Allah semata, yang telah menepati janji-Nya, memenangkan
hamba-Nya dan menghancurkan bala tentara kafir tanpa bantuan siapa pun.”
Dibaca 3 kali, setiap kali selesai salah satunya, disunnahkan untuk berdoa kepada Allah Ta’ala sesuai keinginan kita.
- Setelah itu berjalan ke
Marwah, ketika lewat di antara dua tanda hijau langkah dipercepat. Namun
bagi wanita tetap berjalan seperti biasa. Dan boleh naik kendaraan
dalam melakukan sa’yu jika terdapat masyaqqoh.- Tiba di Marwah telah
dianggap melakukan satu putaran (kembalinya ke Marwah juga terhitung
satu putaran). Berdiri di Marwah dan lakukan seperti yang dilakukan di
Shafa.- Setelah itu kembali lagi ke Shafa dan seterusnya sampai 7 putaran yang berakhir di Marwah.
- Boleh melakukan sa’yu di lantai atas.
- Tidak mengapa bagi orang yang mendahulukan sa’yu sebelum thawaf karena tidak tahu atau lupa.
- Disyari’atkan untuk memperbanyak dzikir dan doa ketika melakukan sa’yu. Dan menghindari perkataan dosa dan perkataan sia-sia.
- Disunnahkan melakukan sa’yu dalam keadaan suci, jika dilakukan dalam keadaan berhadats maka tidak mengapa. Sehingga jika seorang wanita haid setelah thawaf, bolah baginya melakukan sa’yu.
- Sa’yu tidak disyari’atkan pada selain haji dan umroh. Berbeda dengan thawaf, boleh melakukannya kapan saja.
Keempat: Memendekkan atau mencukur rambut
- Setelah melakukan sa’yu, segera memendekkan atau mencukur rambut secara merata.
- Tidak cukup memendekkan atau mencukur sebagian, namun harus seluruh rambut secara merata.
- Mencukur lebih afdhal dibanding memendekkan, kecuali yang melakukan umroh untuk haji tamattu’, lebih afdhal baginya memendekkan, untuk kemudian mencukur pada tanggal 10 Dzulhijjah.
- Bagi wanita hanya memotong pada ujung-ujung rambutnya sepanjang kuku.
- Dengan ini, telah masuk pada tahallul, telah halal semua yang tadinya diharamkan ketika ihram. Selesailah rangkaian ibadah umroh.
Walhamdulillahi Rabbil’alamiin.
Rujukan:
- Catatan pribadi dari pelajaran fiqh pada kitab Ad-Durorul Bahiyyah karya Al-Imam Asy-Syaukanirahimahullah di Al-Madrasah As-Salafiyyah Depok yang disampaikan Al-Ustadz Abdul Barrhafizhahullah, 1430 H.
- Al-Ikhtiyaraat
Al-Fiqhiyyah fi Masaailil ‘Ibaadat wal Mu’aamalaat min Fatawa
Samaahatil ‘Allaamah Al-Imam ‘Abdil ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baaz–rahimahullah-, ikhtaaroha Khalid bin Su’ud Al-‘Ajmi hafizhahullah, Bab Shifatul Hajj, hal. 322-352. Cetakan ke-6, 1431 H. - Bayaanu maa yaf’aluhul Haaj wal Mu’tamir, karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah, terbitan Kantor Pusat Haiah Al-Amri bil Ma’ruf wan Nahyi ‘anil Munkar, 1430 H.
- Tabshirun Naasik bi Ahkaamil Manasik ‘ala Dhauil Kitab was Sunnah wal Ma’tsur ‘anis Shahaabah, karya Asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badrhafizhahullah, cetakan ke-3, 1430 H.
- Jami’ul Manasik, karya Asy-Syaikh Sulthan bin AbdurRahman Al-‘Iedhafizhahullah, cetakan ke-3, 1427 H.